Karma Sudah Tidak Berlaku, tapi Membaik dan Merindu



Gadis itu tampak sayu, bola matanya hitam nan bersih, parasnya jelita nan ayu, wataknya lugu dan lucu  tapi terkadang sombong dan angkuh. Namanya

Jelita, persis seperti wajahnya. Jelita sudah memasuki masa remaja, masa dimana anak seusianya hidup berkembang dan mencari jati diri. Kini ia Sekolah di SMAN (Sekolah Menengah Atas Negeri) 1 Jepara, kelas 11 jurusan IPA. Ia Tergabung dalam Pasukan Pengibar Bendera (PASKIBRA) SMAN 1 Jepara tingkat Kabupaten Jepara. Ia dinyatakan lolos seleksi PASKIBRA tingkat kabupaten bersama beberapa temannya yang juga lolos seleksi yakni ada Satria, Nandi, Tobi, dan Putri yang kebetulan juga dari kelas yang sama.
Minggu pagi, saat tidak ada kegiatan belajar mengajar di sekolah, Jelita, Satria, Nandi, Tobi dan Putri melakukan kegiatan lari pagi dan beberapa aktifitas fisik lainnya seperti push-up, dan sebagainya di Taman Kota, guna untuk menguatkan daya tahan tubuh mereka dikarenakan persiapan Pengibaran Bendera pada 17 Agustus sudah tinggal sebulan lagi. Mereka berlatih sangat keras dari sepulang sekolah setiap hari, hinga minggu pagi yang notabennya adalah hari libur.
            Keesokan harinya di hari senin yang mendung, sepulang sekolah Jelita dan kawan-kawan merasa jenuh dan sedikit berpikir usil untuk bolos Latihan Gabungan (LATGAB), dengan puluhan temannya dari berbagai sekolah yang tergabung dalam satu pasukan yang terpilih mewakili kecamatan masing-masing se-Kabupaten Jepara. Mereka berpikir jarak sekolah dan tempat latihan terlalu jauh, jadi kali ini mereka memutuskan untuk meliburkan diri dari LATGAB tersebut hari itu.
Satria yang hari itu mendapat kabar bahwa mereka; Jelita, Nandi, Tobi, Putri dan juga dia sendiri tidak jadi Latihan Gabungan hari itu, maka Satria memutuskan untuk mencoba mengerjakan hobi lamanya yang terpendam yaitu menjadi Pengendara ojek online.
Satria adalah seorang laki-laki yang seumuran dengan Jelita, perawakannya yang tinggi, dan juga good looking membuat dia terpilih menjadi pengibar  utama yang mendampingi pembawa baki bendera tidak lain adalah temannya sendiri; Jelita. Jelita dan Satria sering sekali bertengkar dengan permasalahan yang sepele, contohnya seperti perbedaan pendapat dan sebagainya. Satria juga seorang yang tidak bisa berdiam diri untuk bermalasan, dia sangat aktif dan produktif, dia juga ketua basket SMAN 1 Jepara dan dia dikenal sering membantu ibunya berjualan di pasar. Menjadi pengendara ojek online adalah aktifitas yang bermanfaat menurutnya, selain karena ia hobi, juga karena penghasilannya bisa ia tabung untuk membantu kebutuhan keluarganya. Mulia sekali sifat penyayang Satria terhadap keluarganya.
Saat itu motor gigi milik Satria sudah dipanaskan dan bersiap untuk menerima pesananan dari pemakai aplikasi ojek online tersebut. Tiba-tiba telepon genggam yang dipegangnya berdering pendek tanda ada yang memintanya untuk menjemput penumpang di suatu tempat, pergilah Satria menjemput penumpang dengan mematuhi peraturan lalu lintas dengan baik dan tidak lupa menggunakan pengaman sepeti helm berstandar nasional. Satria menjemput penumpang dan mengantarkannya persis ke tujuan yang mereka inginkan, bintang 5 selalu Satria dapatkan dari penumpang sebagai indikator nilai yang diberikan padanya tanda ia selalu menjadi pengendara ojek online terbaik.
Seperti itu selalu sampai pada malam hari di hari yang sama Satria bertemu dengan Jelita, disana Jelita memesan ojek online yang ternyata pengendaanya adalah Satria, temannya sendiri. Jelita terkejut dan merasa keheranan. “Ngapain kamu jadi tukang ojek Sat?, aku baru tau lho, dan kaget juga.” Ungkap Jelita saat pertama tahu bahwa yang menjemputnya adalah Satria. “Ini hobi terpendam aku Jel, aku suka aja hehe.” Jawab Satria terhadap pertanyaan Jelita. “Oh gitu, yaudah ayo antar aku pulang, sudah malam ini.” Kata Jelita. “Oke tuan putri.” Ledekan Satria kepada Jelita. Ditengah jalan saat mereka berboncengan, Satria kembali memecah kesunyian dengan bertanya sesutu. “Jelita, habis darimana kamu malam-malam seperti ini berpergian?, aku bukannya kepo ya, ngga baik melihat gadis malam-malam berkeliaran seperti ini, dan ini sudah larut sekali lho.” Tanya Satria sambil nada gayanya yang meledek. “Aku tuh disuru ibuku untuk antar jahitan baju pesanan,  yang kebetulan rumahnya jauh, dan aku sebenarnya sudah dari siang, tapi karena hujan dan aku terpaksa berteduh sampai semalam ini, untung ada aplikasi ojek online dan beruntungnya aku, ternyata pengendaranya adalah kamu, jadi aku merasa aman hehe”. Ungkap Jelita sambil menyeringai. Jelita adalah anak satu-satunya dari seorang penjahit yang saat ini sudah memiliki beberapa cabang butik dimana-mana di seluruh Indoensia. “Oh gitu, oke pegangan ya, aku mau ngebut.” Balas Satria lagi.
Singkat waktu diantarlah Jelita dengan selamat sampai rumahnya, dan Satria langsung berpamitan untuk pulang dan memutuskan bahwa Jelita adalah penumpang terakhirnya untuk malam ini. “Jelita, aku balik dulu ya, besok sampai ketemu di sekolah!”. Ungkap Satria saat berpamitan pada Jelita. “Oke Satria, terimakasih ya. Hati-hati di jalan ya kamu!.” Balas Jelita sambil melambaikan tangan tanda bahwa mereka berpisah di malam itu.
Keesokan harinya di sekolah, Satria tidak masuk karena demam yang tiba-tiba melanda dirinya. Firasat Jelita berkata bahwa Satria terlalu cape akibat menjadi pengendara ojek online kemarin, dia merasa bahwa Satria belum siap untuk menjadi pengendara ojek online tersebut, ditambah usianya pun masih 17 tahun, masih baru sekali mempunyai Surat Izin Mengemudi (SIM). Jelita merasa kesal karena melihat temannya itu sakit seperti ini. Dia yang terkadang bersikap angkuh, berkata di hadapan teman-temannya saat belum ada guru di kelas. “Hey kalian semua! jangan mau jadi tukang ojek, apalagi tukang ojek online kaya si Satria, lihat dampaknya! Satria sekarang sakit. Apalagi yang menyebabkan dia seperti itu kalau bukan kecapean karena habis ngojek seperti kemarin.” Ungkapan Jelita di hadapan teman-temannya sekelas. “Lho? Kok kamu bicaa seperti itu, Ta?” tanya Putri kepada ungkapan Jelita. “Iya Put, Satria itu sakit gara-gara abis ngojek kemarin, dia juga ngojekin aku pulang malam-malam, lihat sekarang! dia sakit kan? Bagaimana latihan kita nanti sore? Kekurangan orang akan menjadi kesulitan buat semuanya Put, kamu paham kan? Aku sangat tidak mau punya temen tukang ojek kaya gitu.” Nada bicara Jelita semakin tinggi dan angkuh. “Kamu ngga suka Satria atau ngga suka tukang ojek sih? Satria kan ga selamanya jadi tukang ojek.” Ungkap Nandi. “Ya ngga tahu, pokoknya aku ngga suka melihat tukang ojek online apalagi sampai membuat diri mereka sakit seperti itu.” Kata Jelita lagi. “Ih kamu aneh.” Ungkapan Putri pada Jelita.
Jelita terdiam, dan memikirkan kenapa sampai ia bersikap seperti itu pada teman-temanya dan pada Satria, memang Satria salah apa padanya. Jelita terus memikirkan sampai sore tiba, latihan pun telah selesai, dan mereka pulang sebelum adzan Maghrib berkumandang. Dari kejadian itu dia sangat membenci pengendara ojek online. Rasa bencinya tanpa alasan yang mendasar, ia hanya yakin bahwa pekerjaan seperti itu hanya membuat lelah dan akhirnya jatuh sakit. Jelita diam-diam ketakutan akan karma yang menimpanya karena membenci suatu pekerjaan yang halal.

Satria telah pulih dari sakitnya, hari-hari berlalu dengan sangat cepat, Latihan Gabungan terus mereka laksanakan dengan baik sampai pada hari itu tiba, yakni Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-72 tahun, hari dimana semua kekuatan, semua latihan, dan semua kerja keras para PASKIBRA Kabupaten Jepara akan membuahkan hasil yang diharapkan akan maksimal. Semua merasa bangga dan terharu, ada juga yang merasa tegang karena berada di hadapan para peserta upacara untuk mengibarkan Sansaka Merah Putih kebanggan negara ini. Semua terharu, semua merasa bangga dan senang bahwa Negara Indonesia sudah menemui hari lahirnya yang kita peringati setiap tahunnya sebagai Hari Kemerdekaan Rakyat Indonesia.
Akan tetapi, sedikit berbeda yang dirasa Jelita, sejak kejadian Satria sakit, Jelita tidak pernah bertegur sapa dengan Satria, dan ia tidak pernah lagi berpergian menggunakan ojek online karena rasa bencinya masih membekas dan sulit hilang hingga saat ini. Satria merasa aneh dan kebingungan terhadap sikap Jelita, karena yang lain khusunya PASKIBRA merasa bangga dan terharu tetapi Jelita malah terlihat pendiam dan beda dari biasanya. Lalu Satria tidak terlalu memperdulikannya, ia hanya memikirkan agar upacara ini berjalan dengan sukses karena inilah hari yang ditunggu-tunggu.
Upacara telah selesai dan para PASKIBRA pun sukses mengibarkan Bendara Merah-Putih kebanggan kita semua dengan sangat rapih dan baik sekali. Sore pun tiba, acara penurunan bendera pun telah berlangsung khidmat. Keberhasilan PASKIBRA Kabupaten Jepara kali ini karena kerja keras dan usaha dari perjuangan para PASKIBRA dan pelatih, juga pembina itu sendiri.
Sebelum maghrib Jelita kebingungan akan pulang dengan siapa, hari ini ayah dan ibunya tidak bisa menjemputnya karena ada urusan lain. Lalu datanglah Satria dengan jaket khas ojek online nya menawarkan bantuan sebuah tumpangan gratis untuk Jelita. “Jelita yang cantik dan jelita, ada pengendara ganteng nih mau ngasih tumpangan gratis kok, khusus  buat Jelita. Kamu mau kan?’’. Tanpa pikir panjang Jelita mau diajak boncengan oleh Satria, si tukang ojek kebanggan ia. Jelita tahu dan sekarang sadar rasa bencinya adalah suatu kehawatiran terhadap Satria, yang tidak lain dan tidak bukan adalah lelaki yang pertama kali membuat ia merasa jatuh cinta. Dan Jelita sadar bahwa Jelita sedang merasakan jatuh cinta yang pertama di masa remajanya. Ia senang dan bersyukur bahwa Satria baik-baik saja. Dan Jelita merasa kagum bahwa lelaki yang ia suka ternyata sangat berbakti terhadap orang tua. Ia telah diceriatakan oleh teman-temanya bahwa Satria mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Karma membenci pekerjaan seseorang dan memandang sebelah mata suatu perkerjaan yang halal kini tidak terjadi padanya, seperti pikiranya saat dulu. Sekarang bahkan ia merasa jatuh cinta setiap kali melihat pengendara ojek online yang berbakti dan selalu bekerja sebagai bentuk kecintaanya terhadap keluarganya.

Sekian...

Cerpen ini dibuat beberapa bulan lalu untuk dilombakan tetapi belum rexekinya heheh. Semangat terusss

Maharani Auliya Agustin
Serang, Banten 12 Juli 2019

24 komentar:

  1. Terima kasih cerpennya ka 🙏😇

    BalasHapus
  2. Alurnya keren ran. Cuma urutan isinya kyk nya harus lebih d perjelas. Bagian awal full berisi kenalan. Biar pas mau masuk ke konflik ngga ada lagi ada keterangan si pelaku. Menurut aku.. hehe maaf tp asli alur ceritanya menarik

    BalasHapus
  3. Renyah dibaca. Mungkin karena konfliknya kurang kompleks jadinya belum di menangkan di perlombaan. Semangat teruss yaaa.

    BalasHapus
  4. Bagus, ada sedikit koreksian dari aku jika ada yang keliru mohon dimaafkan juga ya.

    1. Typo dikata Indonesia dan bicara.
    2.Azan bukan Adzan
    3. Jika kata ungkapan, seperti: ujar, ucap, katanya, ungkapnya dsb. Itu menggunakan huruf kecil setelah tanda petik contoh,"...Satria kan gak s

    BalasHapus
  5. Contoh, "... Satria kan gak selamanya jadi tukang ojek." ungkap Nandi.
    4. Tanda baca koma pada kalimat "dia sakit, kan? Paham, kan? Sehingga ada penekanan disetiap kata.
    5. Pencocokan kata hubung 'dan' pada kalimat, 'Ia senang dan bersyukur bahwa Satria baik-baik saja. Dan Jelita bla bla bla. Sebaiknya kata 'dan' tersebut dihilangkan saja dan langsung pada kata Jelita bla bla bla.

    Terima kasih

    BalasHapus
  6. Keren gan, tinggal dikoreksi dikit aja

    BalasHapus
  7. Mantaapp, semangat terus berkarya ...

    BalasHapus
  8. Baguuuusss sekali��

    BalasHapus
  9. Keren banget ka raniii. Terus meningkat ya kaa

    BalasHapus